Wajah-wajah runtuh di tepi kelabu
Samar mereka menghantui malamku
Siapa mereka?
Aku tak tahu
Mungkin mereka cuma malaikat kematian
yang sudah kelaparan mencabut nyawaku
Mungkin mereka jengkel,
mendengarku yang plin-plan
merengek kematian saat fajar menjelang
dan memelas kesempatan saat malam tiba
Mere jengkel karena harus terbang dunia-akhirat
Hingga memilih meunggu di sampingku, di luar jendela kamarku.
Waktu memilih membeku
Saat tengah malam, di tengah bulan bergairah
Kubuka tirai jendela kamar
Kusapa mereka yang lelah menunggu,
kutawari mereka minuman
dan sekedar jajanan kecil
"kami hanya ingin nyawamu segera lulus dari raga"
Begitu ujar mereka.
Begitupun diriku, jawabku ramah.
Andai kau bisa bernegoisasi dengan Tuhan
bisakah kau minta ia cabut nyawaku sekarang
Untuk apa bernyawa,
bila pada akhirnya mencari kesempurnaan
sebuah identitas, dan sebuah surga
Untuk apa menjadi manusia,
apabila engkau berusaha berbuat baik untuk kaya
berusaha baik untuk disenangi
Cabutlah nyawaku sekarang,
aku ingin melamar jadi malaikat
Sebuah wadah kejujuran, prespektif, dan harapan manusia yang berusaha mencari Tuhan melalui kemanusiaannya, tanpa melibatkan variabel surga dan neraka
Sabtu, 31 Oktober 2015
Sebuah Tempat Di Mana Langit Memiliki Tujuh Warna
Kuikuti langkahnya. Lelaki cerewet yang bahkan tak kutahu namanya atau kukenal latar belakangnya. Aku bertemu dengannya di dimensi ketiga, dunia di mana langit memiliki tiga warna yang hadir pada waktu yang sama. Orang-orang menyebut dunia ini dengan sebutan, Trina . Semakin jauh kuikuti langkah setapak lelaki itu, aku semakin sadar, aku sudah jatuh cinta padanya.
Jatuh cinta. Aku. Heh, tidak dapat dipercaya. Aku dilahirkan oleh sesuatu yang disebut Tuhan sebagai makhluk modern dengan alat kelamin laki-laki. Sejak lahir aku adalah seseorang yang oleh sesuatu disebut takdir sebagai laki-laki. Pria. Cowok. Makhluk berdada rata, berjakun, berbahu tegap, dengan janggut, kumis, dan bulu-bulu yang tumbuh sembarangan di sekujur tubuh. Namun, semenjak aku datang ke dunia ini, aku sadar bahwa aku telah jatuh cinta pada sesosok makhuk yang berjenis kelamin sama denganku.
Benarkah?
Jatuh cinta. Aku. Heh, tidak dapat dipercaya. Aku dilahirkan oleh sesuatu yang disebut Tuhan sebagai makhluk modern dengan alat kelamin laki-laki. Sejak lahir aku adalah seseorang yang oleh sesuatu disebut takdir sebagai laki-laki. Pria. Cowok. Makhluk berdada rata, berjakun, berbahu tegap, dengan janggut, kumis, dan bulu-bulu yang tumbuh sembarangan di sekujur tubuh. Namun, semenjak aku datang ke dunia ini, aku sadar bahwa aku telah jatuh cinta pada sesosok makhuk yang berjenis kelamin sama denganku.
Benarkah?
Selasa, 27 Oktober 2015
Halo semua... :)
Entah kalian peduli atau tidak, tapi bagi yang merasa janggal dengan tatanan blog ini aku minta maaf, karena itu memang unsur kesengajaan.Aku memulai halaman pertama blog ini dengan sebuah puisi sederhana yang kebetulan aku tulis selepas ujian tengah semester di fakultasku. Alasannya... tidak ada. Mungkin itu cuma sebuah residual error yang memang tidak bisa diprediksikan ataupun dikenali.
Oke, dalam tulisan ini, sebenarnya hanylah sebuah perkenalan sederhana yang kurasa cukup untuk merepresentasikan blog yang juga sederhana ini. Aku adalah Raga, bukan nama asliku, namun juga bukan nama palsu. Lebih tepatnya Raga adalah bagian dari namaku, yang banyak orang tidak begitu tahu, sehingga mereka mengira Raga itu bukan namaku, selain orang-orang administrasi publik yang memang berkemptingan mengetahui nama lengkapku.
Blog ini dimulai dengan landasan sederhana, yaitu sebagai wadah kejujuran.
Sulit merancang sebuah keunikan dalam blog ku sendiri, karena itu kubiarkan semua mengalir apa adanya, dengan segala kejujurannya.
Baik, sekian sampai di sini, semoga kalian masih berkenan membaca tulisan-tulisan selanjutnya
;))
Entah kalian peduli atau tidak, tapi bagi yang merasa janggal dengan tatanan blog ini aku minta maaf, karena itu memang unsur kesengajaan.Aku memulai halaman pertama blog ini dengan sebuah puisi sederhana yang kebetulan aku tulis selepas ujian tengah semester di fakultasku. Alasannya... tidak ada. Mungkin itu cuma sebuah residual error yang memang tidak bisa diprediksikan ataupun dikenali.
Oke, dalam tulisan ini, sebenarnya hanylah sebuah perkenalan sederhana yang kurasa cukup untuk merepresentasikan blog yang juga sederhana ini. Aku adalah Raga, bukan nama asliku, namun juga bukan nama palsu. Lebih tepatnya Raga adalah bagian dari namaku, yang banyak orang tidak begitu tahu, sehingga mereka mengira Raga itu bukan namaku, selain orang-orang administrasi publik yang memang berkemptingan mengetahui nama lengkapku.
Blog ini dimulai dengan landasan sederhana, yaitu sebagai wadah kejujuran.
Sulit merancang sebuah keunikan dalam blog ku sendiri, karena itu kubiarkan semua mengalir apa adanya, dengan segala kejujurannya.
Baik, sekian sampai di sini, semoga kalian masih berkenan membaca tulisan-tulisan selanjutnya
;))
Langganan:
Postingan (Atom)