Kota Udang, 1 November 2015
Mulai saat ini, aku memulai halaman Journal di blog ini. Isinya, sebagaimana jurnal lainnya, berisi
tentang kehidupanku sehari-hari. Halaman tempat menampung tetes-tetes air
kehidupan yang masih terus mengalir. Bukan sebuah kehidupan yang terlalu
istimewa, kukira, tapi, aku percaya bahwa setiap individu mendapat kiriman
paduan hidup melalui setiap helai dedaunan yang jatuh di sungai kehidupannya.
Halaman ini, hanyalah sebuah bingkai untuk mengabadikan helai-helai daun
tersebut, agar aku tak mudah melupakannya. Kalaupun akhirnya lupa, aku dapat
membuka kembali bingkai ini, untuk
memanggil kembali ingatan tersebut, dan membaca ulang paduan
kehidupanku.
Oke, hari ini adalah hari Minggu, dan minggu depan, adalah
minggu terakhir UTS di fakultasku. Tersisa dua mata kuliah lagi, senin untuk
Ekonomi Keuangan Internasional, dan rabu untuk ujian Ekonomi Kependudukan.
Keduanya ujian yang cukup mudah, dan sejujurnya, aku merasa tidak perlu banyak
belajar untuk kedua mata kuliah ini… Tidak bermaksud sombong, tapi memang
sejujurnya aku jarang belajar belajar serius untuk seluruh mata kuliah di
fakultasku, dan Alhamdulillah… bisa mendapat hasil yang cukup memuaskan.
Hari Minggu, buatku, adalah hari membaca dan menulis.
Setelah bangun dan cuci muka, seperti reflek, aku langsung mengambil buku apa
saja yang ada dalam jangkauanku, dan langsung membacanya minimal 50 halaman di
teras belakang. Aku memulai kebiasaan ini sejak kuliah. Bukan berarti awalnya
aku tidak suka membaca, hanya saja aku tidak disiplin soal hobi ini.
Sebelumnya, aku hanya membaca saat aku ingin dan merasa ada waktu(Waktuku
sangat sibuk, sebagian besar waktuku habis untuk menamatkan seri-seri game Haverst Moon. Kalau bukan itu, berburu gambar
dan video idol group). Biasanya,
sekali ada niat buat membaca, apapun, aku akan menghabiskan waku hingga satu
buku tersebut bisa langsung tuntas.
Kebiasaanku yang selalu “bayar lunas” dalam membaca itu,
berakibat buruk untuk kesehatan fisik. Aku sering mengabaikan kapasitas tubuh,
bahkan saat badanku sudah menjerit-jerit lelah karena kelamaan menunduk dan
duduk diam dalam waktu yang sangaaat lama, aku tetap steady dengan posisi membaca awalku. Otak dan badanku memang sering
berkonflik ria, mungkin kalau dibuat film perang, sekarang sudah mencapai 456
judul. Gak kelar-kelar. Aku hanya merasa pada saat itu, bacaan setebal apapun,
harus selesai saat itu juga, karena kalau tidak, aku akan kehilangan minat pada
buku itu di masa depan, dan akhirnya hanya mendapat serpihan ilmu dari buku
tersebut. Sayang banget.
Akhirnya, aku sering mengalami pega-pegal dan sakit di
bagian leher. Sebagai tambahan, saat SMA, aku mendapat minus mata yang cukup
parah, kedua mataku minus 2, dengan ada silinder di bagian kiri. Heehhhh…. Untuk informasi, sejak SMP, aku sudah
divonis(bahasanya…) mengidap buta warna, meskipun bukan buta warna penuh sih, cuma
sebagian, untungnya. Aku membayangkan seandainya aku benar-benar buta warna
total, pasti aku ogah mengendarai mobil atau motor sendirian. Bisa-bisa mati
muda gara-gara nerobos lampu merah terus. Kalau gak mati muda…. Ya minimal
jatuh miskin lah gara-gara keseringan ditilang polisi. Hehehe…
Nah, kebiasaan buruk ini berubah semenjak aku masuk kuliah,
dan ketemu seorang senior di kampus yang mengajarkan pola belajar yang benar
dan terkendali. Makasih, senpai…. :)
Sejak saat itu, aku mencoba mendisiplinkan diri dan mengubah
presepsiku sehingga bisa sekarang aku bisa mendiversifikasi durasi membacaku
berdasarkan kapasitas tubuh dan periode waktu yang lebih teratur. Sekarang, aku
membaca setiap hari, 7 hari dalam seminggu, namun dengan batasan minimal 50
halaman dan maksimal 80 halaman, yang bisa dipecah lagi pada beberapa buku.
Jadi dalam satu hari, aku bisa membaca antara 2-3 buku, dengan banyaknya
halaman yang berbeda, tergantung selera. Hasilnya.. ya lumayan progress sih,
aku bisa mengontrol kebiasaanku dengan ketersediaan waktu kuliah, sekaligus
membaca lebih banyak buku dalam satu hari. Benar-benar bermanfaat buatku.
Sekali lagi, makasih banget senpaiiiii….
O ya, khusus hari Minggu, aku mengalokasikan waktu lebih
banyak, biasanya antara 2-3 jam, jadi kemungkinan aku bisa membaca lebih
banyak, biasanya hingga 200 halaman. Teliti, ya? Ya… aku suka menghitung
selisih halaman awal dan halaman akhir aku membaca. Sebuah kebiasaan, sepertinya
sejak kecil. Rasanya seperti kalau kita udah ngelewatin banyak hal, dan pada
titik tertentu, kita pasti ingin menengok ke belakang untuk melihat seberapa
jauh kita melangkah. Ngerti kan?
Salain membaca, aku punya kesenangan lain. Setiap hari, aku
selalu bangun kesiangan, antara jam 9-10, dalam interval itu biasanya aku baru
terbangun(Tentu saja saat ndak ada kuliah pagi). Terkadang, interval itu bisa
jebol saat malam sebelumnya aku keterusan menontot anime hingga waktu menjelang subuh. Pernah suatu hari, saat aku
selesai mendownload dua season anime Working!, aku melalap habis satu season plus 4 episode di sesason selanjutnya, aku berhenti karena
aku mendengar suara kran air dihidupkan.
Ah! Saat itu aku baru sadar, bahwa hari sudah beranjak
subuh. Ayahku selalu bangun tepat 5 menit setelah adzan subuh berkumandang.
Berarti sekarang udah sekitar jam 04.35! Beberapa detik setelah itu, aku kembal
sadar, ada kuliah pagi!! Jam 7 lagi.. Akhh!!!! Boleh bolos gak ya??
Aku buru-buru mematikan laptop, dan menyalakan agenda di HP.
Pukul 07.00 Ekonomi Perkotaan
( Tugas pengumpulan data PDRB kota-kota di Indonesia)
Sial… ada tugas, mana dosen killer pula. Bolos jelas bukan
alternative lagi, karena Mama juga gak bakal ngijinin. Tidur udah jadi sebuah
kemustahilan mulai detik itu. Akhirnya, terpaksa aku kembali menyalakan laptop,
menyalakan tethering HP, dan mulai
ngebut nyari data buat tugas.
Sayangnya, saat itu pula aku tersadar, paketan internet HP
udah habis sejak dua hari lalu. Download
animepun aku terpaksa harus ke warnet dan ambil paket tiga jam. Haduhhh..
Gimana terus ini??
Dalam keterpurukan itulah, kamar pintuku terbuka, dan sosok
Mamaku yang anggun luar biasa dengan daster tidur dan rambut acak-acakan
muncul. Sedetik dua detik, Mama menatapku seperti layaknya seorang induk kucing
hutan yang berusaha keras melindungi anaknya yang terluka dari serangan babi
liar.
Lalu, Mamaku bertanya dengan lembut,
“ Gak tidur lagi semalam?”
“ Iya ma….”
“ Dasar goblok….*” Lalu, Mamaku berlalu. Senyap.
Aku terpekur beberapa
saat, menyadari kebenaran kata-kata Mama, sambil terus berpikir mencari jalan
keluar. Gak bakal sempat mampir ke warnet 24 jam dekat kampus. Pasti udah
mepet, dan butuh banyak waktu.
Tiba-tiba, sebuah ide brilian terlintas. Memang benar nyata
adanya The Power of Kepepet, aku
segera membuka kontak, dan menelpon salah seorang teman, Andi,
“Halo, Ndi”
“hmm….” Sepertinya dia masih ngantuk.
“ Maaf ya, ganggu. Bisa minta tolong?”
“Apaan…?”
“ Boleh minta printkan data PDRB kota buat nanti ndak? Aku
lagi habis kuota niee.. pliss ya? Ya?”
“ Ho… Hu…hu um…”
“Bisa kan, Ndi?”
“Hmm….”
“NDI!”
“Iya iya, cerewet….”
“ Makasih banget yaaa…..” Telepon kuputus.
Huffttt beres lah. Meskipun sejenak aku merasa antara lega
dan hina. Lega karena tugas sudah aman, dan hina karena setelah bertumpuk
tumpuk buku yang kubaca, lembar-lembar pengetahuan yang kukumpulkan, aku masih
berakhir denga nyontek tugas teman.
Sudahlah.
P.S : Omong2, Andi ternyata benar-benar dalam keadaan setengah
sadar. Dia tidak paham yang dia ucapkan atau dengar, dan akibatnya dia tidak
mengeprintkan tugas untukku. Jadilah jadi. Keliatannya untuk ujian besok aku
harus sedikit serius belajar untuk menjaga nilai….
*= Mamaku adalah orang tua yang sabar dan penyayang
pada anak-anaknya. Bahasanya yang agak kasar itu sebenarnya adalah karena
kedekatannya dengan anak-anak, sehingga batasan formal seringkali diabaikan…
hehehe maafkan ya