Fatih tidak bisa mempercayai
penglihatannya. Dalam kegelapan di kamarnya yang sempit itu, mendadak muncul
sesosok perempuan dengan rambut putih seperti salju. Rambutnya panjang, hingga
helai-helainya yang tampak lembut laksana benang sutra mampu melingkupi nyaris
sekujur tubuhnya. Wajah perempuan itu tampak pucat, namun mampu memancarkan
kecantikan yang ganjil di mata Fatih. Baginya, paras ayu perempuan itu seperti
bukan berasal dari dunia ini. Kecantikan yang tidak manusiawi. Tubuh mungil
perempuan itu melayang di udara dengan posisi tubuh yang saling menempel seperti
bayi dalam kandungan seorang ibu. Ia
mengenakan pakaian berupa kain putih bersih yang membungkus tubuhnya dengan
hati-hati, jenis pakaian yang pernah dilihat Fatih dalam ilustrasi perempuan
kekaisaran kuno. Sosoknya dilingkupi oleh sesuatu semacam kain yang benar-benar
tipis, lembut, dan nyaris transparan seperti air. Dari tubuhnya, memancar sinar
lembut seperti matahari pagi. Sementara itu. kedua matanya tertutup, menandakan
perempuan misterius itu sedang tidak sadar.
Keheningan terjadi selama beberapa
saat hingga akhirnya Fatih berhasil menguasai diri. Dipandanganya perempuan
misterius tersebut, ditelusurinya tubuh mungil nan rapuh yang hadir di depannya
dalam kehampaan yang dilahirkan siang. Lalu, sebelum ia sadari, Fatih terpesona
dengan perempuan itu. Perlahan, ia berjalan mendekat, tangannya mencoba meraih
tubuh tersebut. Saat tangannya nyaris menyentuh kulit yang putih bersinar
tersebut, kedua mata perempuan itu terbuka. Sontak, Fatih tersentak kaget dan
mundur beberapa langkah. Sejenak, rasa takut
menyelinap dalam hatinya.
Perempuan rupawan itu memandangi
Fatih dengan sepasang mata biru cerahnya yang besar bulat. Tidak ada ancaman
atau ketakutan yang tampak dari sinar mata itu, sejujurnya, menurut Fatih,
kedua mata yang unik justru menjadikan perempuan itu seperti bayi yang pertama
kali bertatap pandang dengan ibunya. Polos, penuh harap, dan bahagia.
Saat Fatih masih termangu, perempuan
itu memutar tubuhnya, dan mendaratkan kakunya pada ubin kamar yang dingin. Saat
itu, Fatih baru menyadari bahwa kaki phinerempuan itu juga sangat mungil dan
ramping. Setelah kakinya menapak di lantai, perempuan itu, tanpa kata terucap,
berjalan mendekati Fatih yang terpaku. Ia mendekatkan wajahnya hingga hanya
menyisakan jarak beberapa senti dari ekspresi kaku Fatih. Pemuda itu panik,
meski berusaha menutupinya. Ia tidak pernah sedekat ini dengan perempuan
manapun, dan tidak mengerti situasi apa yang tengah ia hadapi. Sebagai tambahan
yang membuat kondisi itu lebih parah ialah hembusan nafas lembut perempuan itu
yang terasa hangat di wajahnya.
Perempuan itu belum juga usai
memandangi Fatih dengan pandangan yang tak mampu ia terjemahkan. Seakan belum
cukup menyiksa pemuda di depannya, perempuan aneh itu menyentuh pipi kanan
Fatih. Sengatan listrik menjalar dari sentuhan lembut itu dan membekukan tubuh
Fatih secara sempurna, menghentikan sistem pernafasannya, dan memacu detak
jantungnya.
“Kamu...Piersga...?” tanya perempuan
itu tiba-tiba. Entah kenapa, Fatih seperti pernah mendengar suara itu
sebelumnya; Entah di mana, dan kapan.
“Eh...bukan...” Fatih berupaya
mengeluarkan suara dengan kesadarannya yang semakin tergoyahkan oleh sentuhan
melenakan di pipinya.
Perempuan itu terdiam. Dan entah
benar atau hanya perasaan, Fatih menangkap rasa tidak percaya yang terpancar
dari sinar mata biru tersebut. Sentuhan hangat di pipinya perlahan bergerak
turun. Jangan, alam bawah sadar Fatih
memprotes. Namun rupanya, perempuan itu tidak menurunkan tangannya, sebaliknya,
justru sentuhan itu berubah menjadi belaian lembut yang semakin memperkuat
sengatan listrik pada tubuh Fatih.
“Kamu...Piersga...”
Kali ini Fatih tidak mengiyakan atau
menolak. Ia tidak ingin jawaban apapun membuat gadis itu berhenti menyentuh
dirinya. Gadis itu terus membelai pipi Fatih beberapa saat, hingga sinar
matanya berubah cerah, pupil matanya melebar seakan ia telah menemukan sesuatu
yang dicari setelah sekian lama. Lalu, tanpa diduga, ia memeluk erat tubuh
Fatih.
Nafas pemuda itu tercekat...lagi.
Kehangatan, kelembutan, dan aroma wangi tubuh mungil perempuan itu sontak
meresap dalam setiap sensor tubuh Fatih. Wangi
ini..., sesuatu berkilat-kilat dalam memori Piersga. Sesuatu yang jauh, dan
samar. Sensasi yang nyata, senyata hembusan nafas dan detak jantung yang kini
terasa dari balik kain tipis. Saat itulah, Fatih benar-benar yakin, siapapun
gadis di depannya, apapun yang terjadi di kegelapan itu, pada detik itu,
bukanlah mimpi.
“Piersga....Piersga...Piersga....”
perempuan memperat dekapannya di setiap ucapan kata. Pada akhirnya, Fatih membalas pelukan hangat itu. Ia
melingkarkan tangannya pada tubuh kecil tersebut, dan mendekap hati-hati seakan
perempuan itu adalah sayap kupu-kupu yang mudah luruh.
“Aku mencarimu.... selama ini....
aku mengingatmu...”, ujar gadis tersebut dengan suara tersendat. Nafasnya
terputus, sepertia ada sesuatu yang menghambat tenggorokannya. Lalu Fatih
menyadari bahwa perempuan itu sedang menangis. Secara reflek, Fatih membelai
rambut putih mengkilat perempuan itu. Ia tidak tahu apa yang terjadi, namun
suara itu, beserta seluruh perasaan perempuan yang berada dalam dekapannya
kini, mengalir dalam dirinya, dan ikut melukai hati Fatih.
Perempuan itu melepaskan pelukannya.
Ia menatap Fatih dan menguraikan senyum termanis yang pernah dilihat Fatih.
Matanya masih merah dan berkaca-kaca dan sisa tangisan yang melembabkan kedua
pipi halus, berpadu menciptakan kecantikan lain dari keanggunan wajahnya yang
asing, menciptakan kecantikan baru dalam yang berbeda. Fatih kembali tercekat,
dadanya sakit. Perih, seperti ribuan jarum yang menusuk ulu hatinya.
“Siapa namamu?” Tanya Fatih tanpa
pikir panjang
“Viria... kawanmu, kekasihmu,
perindumu...kamu tidak ingat denganku?”
Viria. Berbeda dengan suara dan
aroma tubuhnya, nama itu tidak membunyikan dering apapun dalam kepala Fatih.
Namun dalam hati, pemuda itu menyakini kalau mungkin di masa lalu, mereka berdua pernah bertemu.
“Maaf...” Jawab Fatih sambil
menggeleng. Viria tersenyum, “Tidak apa-apa. Aku tahu kalau semua ini akan
terjadi...”, ia membelai lembut pipi Fatih lagi, “Yang terpenting, kita bisa
bertemu lagi...”
Ada banyak hal yang tidak Fatih
mengerti, dan banyak pula yang dia rasa perlu ia ketahui. Sosok perempuan rapuh
di depannya adalah satu-satunya sumber informasi yang bisa dia dapatkan,
jawaban yang hanya berjarak beberapa kata. Namun, entah kenapa, pemuda itu
lebih suka semua tetap samar. Ia ingin pertemuan mereka tetap misterius, dan
tak pernah terjawab.
“Aku tidak akan memaksakan ingatanmu...
tapi ada satu pintaku, maukah kau mendengarkannya?”, tanya Viria tiba-tiba. Ia
kembali memandang Fatih dengan sepasang mata yang menghantarkan listrik itu.
Fatih mengangguk.
“Saat matahari muncul nanti, maukah
kau belajar untuk mencintaiku?”
Fatih mengernyit. Ia tidak mengerti
makna dari pertanyaan yang mendadak macam itu. Bahkan, tidak mungkin ada orang
di dunia ini yang bisa memahami permintaan Viria. Dalam hati, Fatih
bertanya-tanya, apakah alasan kenapa perkataan Viria sulit dipahami adalah
karena dia adalah perempuan? Jika dia menginginkan sesuatu dari dirinya, kenapa
Viria tidak mengatakannya dengan bahasa yang lugas dan terang? Namun, sekali
lagi, Fatih menahan rasa penasarannya, semua untuk mempertahankan kemisteriusan
gadis cantik itu.
Fatih balas memandang tatapan Viria,
dan hanya satu hal yang menjadi jelas baginya : Ia jatuh cinta pada perempuan aneh
di depannya. Jatuh begitu keras, hingga menimbulkan rasa sakit yang tak pernah
ia rasakan sebelumnya. Rasa sakit yang membuatnya rindu, membuatnya kecanduan. Fatihpun
berpikir, dia bisa memenuhi permintaan Viria. Dia sanggup mencintai gadis itu, bahkan sebelum
matahari terbit.
Pemuda itu meraih dan menggenggam
erat kedua tangan Viria, mendekatkannya pada dada bidang miliknya. Tanpa
melepas pandangan dari sepasang mata biru cerah Viria, dia mengikrarkan sumpah
yang tak pernah ia lakukan sebelumnya,
“Aku bersumpah akan mencintaimu,
sebelum terbitnya sinar mentari pagi, hingga bulan terakhir sebelum
kematianku...”, ucapnya dengan sepenuh keyakinan yang tidak pernah ia punya
sebelumnya.
Bagaimana
aku bisa berubah dalam pertemuan sesingkat ini? Kenapa dengannya? perempuan
yang muncul dalam kegelapan, perempuan yang berasal dari dunia yang berbeda denganku,
perempuan yang dalam sekejap memporak-porandakan kehampaanku..
Viria tersenyum tipis. Ia membelai
pipi Fatih sekali lagi, dan memicu rasa sakit penuh candu itu sekali lagi di
dada Fatih. “Aku tidak memintamu untuk berjanji. Aku tahu kamu mencintaku,
seperti aku merindukanmu. Yang kuminta adalah belajarlah untuk mencintaiku, karena
hanya dengan begitu, kerinduan kita akan bertemu.. Bisakah?”
Fatih mengangguk. Ia pererat
pelukannya pada Viria, ingin ia bisa bersatu dengan Viria sesegera mungkin.
Ingin ia habiskan setiap nafasnya bersama perempuan itu.
“Viria, ijinkan aku bertanya satu
hal. Apakah semua ini hanyalah mimpi?” tanya Fatih. Mendengar pertanyaan Fatih,
setitik air bening merembes dari sepasang mata biru Viria. Ia mencoba
tersenyum, meski Fatih merasakan luka yang ia redam di baliknya.
“Mimpi hanya terjadi saat kita
terbangun, kasihku, Fatih...” Segera setelah Viria mengucapkan kata-kata
tersebut, cahaya yang berpendar dari tubuhnya meredup, diikuti dengan
kehangatan, kelembutan, dan kerapuhan yang berada dalam dekapannya. Tubuh Viria
berubah transparan seperti hantu yang kesepian.
“Viria?! Viria?!!”, Fatih
meraih-raih tubuh Viria yang semakin tak nyata. Namun, suaranya tidak lagi
mencapai Viria. Gadis itu melempar senyum manisnya sekali lagi, dengan kilau
bening air mata yang memantul melalui sisa cahaya.
Viria lenyap. Tubuhnya menghilang,
dan semua kembali seperti semula; Kegelapan dan kehampaan di sudut kamarnya
yang sepi. Fatih jatuh di atas lutut, matanya memandangi ubin kamar yang
dingin. Tidak ada apa-apa di sana, karena cahaya dari Viria telah tiada. Namun
rasa sakit di dadanya masih membekas, berdetak perlahan. Sekelebat aroma wangi
tubuh Viria memberikannya nyawa, mengingatkannya pada janji yang mereka berdua
buat.
*Catatan :
Piersga = Nama Yunani yang bermakna "pecinta kuda"
Viria= bentuk lain dari Virya, dalam bahasa sansekerta bermakna "semangat"
Disclaimer : Hak cipta ilustrasi sepenuhnya milik pihak yang berbeda. Penulis hanya menggunakannya sebagai elemen pendukung cerita tanpa tujuan komersialisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar