Selasa, 03 November 2015

Jalan Tengah dan Jalan Pinggir Yang Berlubang

Karena jatah paket bulanan udah keisi, mulai malam ini, akan ada label tulisan baru : "cangkir kopi".

Apaan lagi?

Biasa.... tulisan random yang ditulis sambil menghirup secangkir kopi panas di teras depan rumah.

Bicara kopi, berarti bicara tentang pikiran yang melayang entah kemana, dan diri yang bertransformasi jadi filsuf karbitan. Nah, tulisan-tulisan "cangkir kopi", teman-temanpun akan menemukan bertumpuk-tumpuk tulisan hasil semedi kilat penulis. Sebuah pemikiran random, namun disajikan dengan bahasa tegas serta ringan.
Bicara masalah kepenatan, kebahagiaan, kebingungan, keresahan, dan kedamaian. Di sini, kita tidak bicara hidup, tapi bicara kehidupan.

Well, selamat menikmati!!!

Kenapa memilih jalan tengah, jika jalan pinggir dan berlubang memungkinkan kita berjalan lebih dekat dengan apa yg kita butuhkan?

Di tengah jalan tidak ada warung sate, depot gule, rumah makan padang, bahkan konter pulsa. Di tengah jalan, kau hanya bisa terus berjalan tanpa bisa menikmati apa yg seharusnya bisa dinikmati. Di tengah jalan tidak ada hanya ada garis putih melintang aspal, dan gemuruh riuh kendaraan yg berjubel berebut menjadi terdepan. Dirimu hanya melaju, menjadi yang duluan.
Di dalam arus.

Di pinggir jalan lah, seseorang bisa melihat apa yg seharusnya patut dilihat.

Menjadi pihak resmi dan terdepan memang menyenangkan dan penuh tantangan.  Butuh usaha keras untuk bisa diterima dan dihormati oleh orang2 yg bahkan mungkin lebih tinggi daripada diri kita sendiri. Menjadi yang diakui butuh pengorbanan, dan hasilnya tenti sepadan. Tak heran banyak orang mendambakan.

Tapi menjadi di pinggir bukanlah ide buruk. Menjadi si kecil bukan permasalahan utama, melainkan pemikiran kecil yg jadi masalah.  Berada di pinggir berarti memberikan kesempatan pada si ambisius untuk terus melaju kencang melibas jalan aspal, sekaligus memberikan kesempatan pada diri untuk menikmati hal-hal sederhana namun memiliki nilai penting dalam esensi tujuan kita.
Menjadi terpinggirkan berarti memberi diri kesempatan merasakan lebih dekat dan jelas apa yg benar-benar kita butuhkan.

Tidak ada yang benar atau salah, dan juga tidak ada yang patut dibanggakan dari pilihan masing-masing. Semua kembali pada hasil, mana yang mampu menikmati perjalanannya lebih baik, siapa yg mampu membawa oleh-oleh lebih banyak saat mencapai tujuan.

So, malam ini, ayo kita pikir ulang makna besar dan kecil. Kita pikir ulang makna tengah dan pinggir. Apakah hidup ini berakhir dengan pemilihan itu? Apakah makna hidup ditentukan oleh pilihan itu?

Kurasa semua kembali pada soal: kebutuhan. Apakah aku butuh jalan di tengah dan melaju kencang? Atau aku lebih butuh menikmati pemandangan dengan cara yg kusukai di jalan yg  pinggir dan berlubang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar